Senin, 31 Januari 2011
Kemuliaan Sri Vishnu Sahasranama Stotram
Sri Vishnu Sahasranama Stotram adalah kidung pujian yang paling dimuliakan dalam tradisi penganut Sanatana Dharma. Tiada terhitung jumlahnya orang suci, para Rishi, sarjana, dan spiritualis yang menuangkan pengalaman rohaninya ke dalam begitu banyak ulasan terhadap Stotra ini. Salah satu kisah adalah ketika Sri Adi Sankaracharya hendak memulai karya agungnya menyusun ulasan atas berbagai cabang sastra suci Veda yang kemudian memuncak pada ulasan Vedantasutra-nya, maka beliau menginginkan untuk membuat awal yang mujur dengan menulis ulasan pertama atas kitab atau bagian tertentu dari Veda yang mahaluas. Benaknya adalah memuliakan Sri Lalitasahasranama, kidung pujian bagi seribu nama Sang Dewi Ibunda Semesta, namun setiap kali mengambil secara acak, maka naskah Sri Vishnu Sahasranamalah yang selalu dibawa berulang-ulang oleh muridnya. Ketika Sri Sankara merasa sedikit kecewa, maka muncullah Sang Dewi dalam rupa-Nya sebagai Sarasvati, untuk meyakinkan Sri Sankara menulis ulasan Sri Vishnu Sahasranama Stotra sebagai awal mujur bagi keseluruhan karya agungnya. Sri Sankara lalu memang mengalami bahwa kuasa dari stotra ini memang sungguh membuatnya mampu menyelesaikan semua tugas beratnya. Kegembiraannya tercermin dari kata-kata Sankara, geyam gita nama-sahasram dhyeyam sripati rupamajasram, “Nyanyikan Gita dan lantunkan Sahasranama. Pusatkanlah batin kepada Rupa dari Sripati, Tuhan Junjungan Sri”
Sri Vishnu Sahasranama Stotram dinyatakan sebagai revelasi melalui Maharishi Vyasa di dalam garis Rishi universal yang kekal Sanaka. Vyasa lalu mengajarkannya kepda Bhisma, Sang Sesepuh Agung Dinasti Bharata. Ketika Bhisma berada di akhir hidupnya, terbaring di atas tilam anak-anak panah, Sri Krishna memerintahkan Yudhistira untuk memohon amanat dan ajaran kebijaksanaan terakhir dari yang paling dituakan dari keluarga mereka ini. Sri Krishna lalu menambahkan anugerah bahwa kata-kata apapun yang nantinya diucapkan, apapun petuah yang diberikannya, akan abadi di dunia ini bagaikan madu kekekalan yang memancar dari bunga Veda yang indah. Bhisma setuju dan inilah ajaran yang dipilihnya sebagai warisan terakhir bagi dunia.
Sebelumnya Bhisma menjelaskan panjang lebar mengenai berbagai Dharma, aturan-aturan etik dan perilaku, serta berbagai bentuk pelaksanaan tugas dan kewajiban. Akhirnya Yudhistira bertanya kembali kepada Bhisma enam pertanyaan sebagai kesimpulan yaitu: Siapakah Tuhan Yang Tertinggi, apakah yang menjadi tujuan akhir seorang manusia menurut kesimpulan semua sastra suci, siapa yang hendaknya disembah untuk bisa mencapai tujuan itu, dengan mendaraskan apakah seseorang dapat mencapai tempat yang mulia, apakah jalan Dharma yang terbaik untuk ditempuh, dan stotra apa yang hendaknya dilantunkan agar dapat terbebas dari belenggu kehidupan duniawi dan memadamkan derita kelahiran – kematian yang berulang-ulang.
Ada pula suatu kisah tentang Sri Madhvacharya dalam perjalanan sucinya ditantang oleh para sarjana untuk membuktikan pernyataannya bahwa setiap nama dari Sahasranama memiliki seribu makna. Acharya memulainya dari nama pertama yaitu Vishwa seharian penuh. Ketika beliau hendak melangkah ke nama ke dua, para sarjana memohonnya agar berhenti, karena mereka merasa kemampuan daya tangkap mereka tidaklah cukup untuk menampung seluruh makna Sahasranama tersebut.
Sri Mukkur Laksminarasimhacharyar kemudian mengungkapkan dalam kotbah selama berminggu-minggu beberapa aspek penting dari Sri Vishnu Sahasranama Stotram. Delapan aksara pertama dari sloka pertama, Vishwam – Vishnu – Vashatkarah dikenal sebagai Astaksari. Diwejangkan oleh Nara Narayana di tempat suci Badrikashrama, di pegunungan Himalaya, dan dipahami sebagai mengandung intisari dari seluruh pengetahuan Upanishad. Lalu ditambah 8 aksara berikutnya dari Bhuta – Bhavya – Bhavatprabhuh, merupakan representasi dari 16 Rik Purusasuktam, Sukta paling inti, yang paling dimuliakan, dan paling sering dilantunkan dalam Veda. Lanjut 8 aksara dari Bhutakrit – Bhutabrit – Bhavah, menjadi 24 aksara yang menyatakan Gayatri Mahamantra. Gayatri sendiri adalah mantra 24 aksara yang menyarikan pengetahuan ketiga Veda. Ditambah 8 aksara berikutnya dari Bhutaatma – Bhuta bhavanah membentuk 32 aksara yang mewakili Mantraraja! Jika diperhatikan lagi susunannya maka diperoleh 9 nama dalam sloka pertama, 8 dalam sloka ke dua, dan 7 dalam sloka ke tiga. Kembali jumlahnya menjadi 24, sesuai dengan jumlah aksara Gayatrimantra. Jadi hanya dari sloka pertama yang mengandung 9 nama saja kita memperoleh rujukan pada Astaksari, Purusasuktam, Gayatrimantra, dan Sri Mantraraja. Selanjutnya juga diungkapkan makna rahasia dari nama yang muncul di urutan ke 394 yaitu “Rama”. Lalu diulang dengan berbagai bentuk sebanyak 16 kali dalam Vishnu Sahasranama ini. semua itu mewakili Mrita-sanjivani-mantra, mantra yang memiliki kesaktian menghidupkan kembali orang mati, yang bentuk dan susunannya hanya diketahui oleh Sukracharya!
Ini disampaikan oleh Bhisma kepada Yudhistira pada akhir dari 107 sloka yang mengandung 1000 nama suci Bhagavan di dalamnya. Artinya adalah sebagai berikut, “Demikianlah, keseribu nama suci Bhagavan Kesava, Sang Ada Tertinggi, satu-satunya yang layak dimuliakan dan dipuji, telah usai dilantunkan secara keseluruhan.”
Sri Parasara Bhattar mengulas kata ‘kirtaniyasya’ sebagai pernyataan yang dipilih untuk mengungkapkan bahwa Bhagavanlah yang layak dimuliakan dan dipuji. Dengan menggunakan kata ini maka Bhisma memberitahu Yudhistira bahwa pelantunan nama-nama suci ini harus dia lakukan segera setelah dia mengetahuinya dari Bhisma. Alasan yang sama juga berlaku saat Bhagavan dalam sloka ini disebut Kesava (Sang Pencipta Brahma dan Siva) dan juga kata Mahatmanah (bahwa Beliau adalah Sang Ada Yang Tertinggi). Jadi semua ini menunjukkan betapa pentingnya kidung pujian 1000 nama suci Tuhan, sehingga begitu kita mengetahuinya, maka hendaknya segera dilantunkan semampunya.
Kata divyanam yang disandangkan pada nama-nama ini menyatakan bahwa nama suci Tuhan tersebut dilantunkan baik di alam duniawi maupun di dunia rohani Sri Vaikuntham. Sifat rohani nama-nama suci yang melampaui segala pengaruh alam fana dinyatakan dengan tegas di sini. Bahkan nama-nama ini dikidungkan oleh para Nityasuri, Jiva-jiva sempurna yang kekal di alam rohani tertinggi. Inilah stotra pujian yang secara khusus dipilih untuk dinyanyikan oleh para Rishi agung (rsibhih parigitani). Stotra ini tidaklah sama dengan stotra-stotra lain yang kita kenal sebelumnya. Bahkan saat diungkapkannya stotra ini oleh Bhisma kepada Yudhistira adalah dalam kondisi yang sangat khusus, yaitu dalam kehadiran langsung Bhagavan Sri Krishna yang dimuliakan dalamnya.
Lalu dengan kata aseshena dinyatakan bahwa tidak ada satupun yang begitu bermakna dan sangat penting tertinggal dalam apa yang disampaikan Bhisma kepada Yudhistira. Segala sesuatu yang perlu diketahui telah diberitahukan dengan sempurna. Sri Adi Sankaracharya menjelaskan bahwa kata aseshena bermakna a-nyuna, an-atirikta, tidak kurang, tidak lebih, namun tepat seribu nama yang paling suci dan mulia. Ini mengisyaratkan bahwa seribu nama suci yang dilantunkan Bhisma adalah sungguh-sungguh amat penting dan tidaklah dipilih secara acak atau sembarangan saja. Berkenaan dengan ini Sri Sankara juga membawa kita pada enam pertanyaan Yudhistira di awal, yang menyebabkan diungkapkannya kidung suci ini. Salah satunya adalah “kim japan mucyate jantuh, dengan melantunkan atau mendaraskan (mantra) apakah seseorang akan dibebaskan dari belenggu penderitaan samsara?” Demi menjawabnya maka ditunjukkanlah seribu nama suci ini sebagai objek Japa atau pelantunan berulang-ulang. Sri Sankara menegaskan bahwa praktik Japa terdiri dari tiga jenis, uccha, upamsu, dan manasa, suara terdengar jelas, berbisik, dan dalam batin (trividha japo lakshyate – uccaA, upAmSu, mAnasa lakshaNah trividho japah). Kata prakirtitam dalam sloka ini mengungkapkan bahwa ketiga jenis Japa tersebut dapat digunakan untuk melantunkan pujian ini kepada Bhagavan.
ya idam SRNuyAt nityam yaScApi parikIrtayet |
nA'Subham prApnuyAt ki'ncit so'mutreha ca mAnavaH ||
Sloka ini menjelaskan secara umum kualifikasi untuk melantunkan stotra dan hasil yang diperoleh dari praktik itu. “Tiada sesuatupun hal yang tidak mujur dan tak dikehendaki, yang akan menimpa orang itu, baik di dunia ini ataupun di dunia selanjutnya, apabila dia secara teratur melantunkan ataupun mendengar stotra ini. ”
Dalam ulasannya Sri Bhattar mengungkapkan bahwa seseorang yang menurut kualifikasi dan kemampuannya, mendengar stotra ini atau merenungkannya di dalam hati, maka dia tidak akan pernah mengalami segala sesuatu yang buruk di dunia ini dan juga di dunia-dunia lainnya. Perhatikan bahwa manfaat dapat diperoleh baik dengan melantunkannya maupun hanya dengan mendengarkan saja.
Istilah dunia selanjutnya (amutre ca), dimaksudkan untuk menyatakan dunia-dunia yang lebih rendah dari Sri Vaikuntham, seperti Svarga, Brahmaloka, dsb. Sri Sankara mengemukakan kasus raja Yayati dan ayahnya Nahusa. Keduanya mencapai Brahmaloka dan Indraloka, namun karena mereka melakukan kesalahan kepada Brahmana setelah mencapai alam-alam luhur ini, maka pada akhirnya mereka harus menderita. Kejadian-kejadian tidak mujur semacam itu tidaklah akan pernah menimpa mereka yang melantunkan atau mendengar stotra rohani ini, yayati-nahushadivat asubha prapti abhavam.
vedAnta-go brAhmaNah syAt kshatriyo vijayI bhavet |
vaiSyo dhana samRddhah syAt SudraH sukham avApnuyAt ||
Sloka-sloka berikutnya menyatakan manfaat-manfaat yang dapat dicapai dengan melantunkan stotra ini, mendengarkan pendarasannya, dsb. Sri Bhattar menggolongkan manfaat-manfaat tersebut sbb. :
Sloka di atas menyatakan manfaat-manfaat yang dicapai oleh para anggota empat varna, ketika mereka melantunkan stotra tanpa secara khusus mengarahkan tujuannya agar mencapai hasil tertentu, dengan demikian mereka tidak perlu mengikuti atau menjalankan praktik kedisiplinan khusus dan yang lainnya.
Sloka berikutnya menyatakan manfaat yang dicapai oleh mereka yang melantunkannya dengan tujuan-tujuan khusus dalam pikirannya. Lalu dilanjutkan oleh sloka-sloka yang menjelaskan manfaat yang diperoleh oleh mereka yang melantunkan stotra mengikuti disiplin khusus seperti bangun pada dini hari, mandi, dsb. sebelum melantunkannya.
Dengan demikian, selalu ada manfaat yang dianugerahkan melalui pelantunan stotra ini baik bagi yang melakukannya dengan penuh kebaktian maupun yang melakukannya tanpa mengikuti disiplin-disiplin khusus, apakah orang itu menginginkan manfaat tertentu atau tidak, semuanya akan memperoleh anugerah. Bahkan itu bukan saja berlaku bagi yang melantunkannya, tetapi juga bagi mereka yang kebetulan mendengarkan stotra ini didaraskan.
Sloka di atas mengungkapkan bahwa manfaat-manfaat tertentu akan diterima secara otomatis oleh orang-orang yang tergolong dalam empat varna, apakah mereka melantunkannya atau hanya mendengarnya, tanpa perlu mengikuti aturan-aturan khusus dan juga tanpa menginginkan berkat istimewa tertentu. Dengan demikian seorang Brahmana akan menguasai pengetahuan Vedanta, dengan kata lain, pengetahuan sejati mengenai sang diri dan hubungannya dengan Sang Diri Tertinggi (Tuhan). Bila dia seorang Ksatriya, maka dia akan selalu berjaya. Seorang Vaisya akan berhasil dalam perdagangan/usahanya dan memperoleh kekayaan berlimpah. Sedangkan sorang Sudra akan dianugerahi kebahagiaan yang besar.
Salah satu pengulas menambahkan bahwa berdasarkan sloka ini yang merujuk manfaat yang diperoleh keempat varna, maka sesungguhnya dinyatakan bahwa sebenarnya tidak ada batasan bagi siapapun yang ingin melantunkan stotra ini. Beberapa Acharya dengan berbagai pertimbangan meminta agar para pengikutnya yang perempuan agar membatasi pengucapan sebagian stotra ini atau secara keseluruhan. Petunjuk-petunjuk demikian bervariasi, ada yang membatasi hanya 107 sloka, dari visvamvishnuh sampai shankabhrnnandaki, ada pula yang tidak memperbolehkan perempuan mengucapkannya sama sekali. Walau demikian tidak ada batasan dalam mendengarkan pelantunan stotra ini, dan perlu diingat bahwa mendengar dengan perhatian juga membawa manfaat yang sama dengan mendaraskannya secara langsung. Namun dalam keadaan apapun, petunjuk khusus yang diberikan oleh Acharya harus diikuti dengan taat.
Bersambung -
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar