Senin, 14 Desember 2009

MENGAPA KITA MENGGUNAKAN API DALAM AGAMA KITA?


Setiap keluarga Hindu seharusnya memiliki sebuah lampu minyak yang dinyalakan secara terus-menerus di altar keluarga atau tempat sembahyangnya. Lampu ini dinyalakan saat pemujaan pagi dan dipadamkan ketika waktu tidur tiba (atau seusai sembahyang malam saat tidak ada lagi kegiatan lebih lanjut yang akan dilakukan). Ini merupakan bentuk penyederhanaan dari pemeliharaan api suci yang pada jaman Veda merupakan bentuk ritual pengorbanan suci yang harus dilakukan terutama oleh perumah-tangga seumur hidup. Api suci yang sama digunakan sebagai sumber api di dapur dan pada akhirnya juga untuk menyalakan api kremasi. Jadi salah satu ciri khas dari tradisi suci kita adalah penggunaan api ini. Lampu minyak ini disebut Dipa atau ada juga yang menyebutnya Jyothi, yang artinya cahaya. Beberapa sistem meditasi dikembangkan dengan menggunakan cahaya lampu minyak ini sebagai objeknya. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi swahipnosis (memasuki kondisi hypnosis dengan usaha sendiri) dapat dilakukan dengan metode ini. Oleh karena itu banyak meditator yang merasakan ketenangan pikiran khas meditasi hanya dengan metode sederhana ini.

Sesungguhnya kekuatan persembahan api bukan sebatas itu saja. Melalui metode-metode khusus yang tertuang dalam Agamasastra atau Tantrasastra, bentuk pemujaan Veda yang cenderung rumit dan bersifat eksklusif diterjemahkan kembali sebagai pemujaan publik di Pura atau bentuk sederhananya di keluarga pribadi. Persembahan benda-benda duniawi yang dikonsekrasi atau diubah menjadi wujud rohaninya yang tak terbatas memegang peranan penting dalam pemujaan Tantrika. Paling tidak ada lima persembahan dasar yang disebut Upachara, berkaitan dengan lima unsur alam, yaitu tanah, udara, api, air, dan ruang. Tanah memiliki kekuatan aroma (gandha) dilambangkan oleh upachara-gandha, wewangian pasta cendana. Ruang memiliki kekuatan suara (shabda), dinyatakan oleh upachara-pushpa, persembahan bunga-bungaan. Udara memiliki kekuatan sentuhan (sparsha) dinyatakan melalui upachara-dhupa, membakar wewangian. Api memiliki kemampuan untuk memperlihatkan bentuk (rupa), ini diungkapkan dalam upachara-dipa, pelambaian pelita suci. Air memiliki potensi Rasa, kenikmatan dan pesona, ini diwujudkan dengan persembahan upachara-naivedya atau makanan. Jadi persembahan-persembahan ini bukan semata seperti memberikan jamuan kepada tamu, melainkan perwujudan dari ide mempersembahkan segala-galanya dalam penyerahan diri secara total kepada Tuhan, Asal dan Tujuan Akhir Segalanya.


Kata Yajna yang umumnya kini diterjemahkan sebagai pengorbanan suci, dalam Veda terutama merujuk pada berbagai bentuk upacara persembahan kepada api suci, seperti menuangkan mentega cair (ghee) dan biji-bijian kedalam tungku menyala yang telah dikonsekrasi. Diyakini bahwa api merupakan gerbang penghubung antara dunia spiritual dengan alam material ini. Api adalah sarana komunikasi yang paling kuat untuk menjembatani keberadaan kita dengan eksistensi kehidupan lain yang lebih luhur. Doa-doa yang dipersembahkan melalui media api akan disampaikan dengan segera, karena api memiliki kemampuan menyelaraskan vibrasi setiap benda, dan mengubah tiap benda dari wujud kasarnya menjadi wujud yang lebih halus. Dalam Veda dinyatakan bahwa Agni, deva yang menguasai api, adalah yang terbawah dari semua deva, dan Vishnu, Tuhan Yang Maha Esa adalah Yang Tertinggi, semua manifestasi rohani lainnya berada di antara kedudukan Agni dan Vishnu. Vishnu Sendiri, Tuhan Tertinggi dipahami sebagai Yajna-purusha, Pribadi dari pengurbanan suci, dan semua persembahan yang dibuat kepada deva atau pujaan yang manapun hanya akan diterima oleh Pribadi Tertinggi Vishnu.

Ritual Dipa-aradhana yang kini merupakan bagian tak terpisahkan dari persembahan-persembahan Tantrika atau Agamika sekali lagi merupakan penerjemahan dari Agni-upashana dalam Veda. Di sini nyala api dipa bukanlah sekedar api bagian dari lima unsur, namun merupakan kobaran api aspirasi rohani yang bersemayam dalam hati umat manusia, dengan lidah-lidahnya yang menjilat-jilat menuju kesempurnaan tertinggi. Apilah yang melambangkan kekekalan di antara yang tak abadi, sebagaimana dinyatakan dalam Veda sebagai wujud Tuhan, deva satu-satunya yang secara nyata berada di atas bumi untuk membantu manusia menggapai keluhuran Tuhan yang Termulia. Melalui upachara-dipa-aradhana yang dipersembahkan menurut aturan-aturan dan ritus Agamasastra, maka seseorang dapat dibebaskan dari kegelapan batinnya dengan terwujudnya cahaya pengetahuan rohani sejati.

yasmat svamahimna sarvan lokan sarvan devan sarvanatmanah sarvani bhutani svatejasa jvalati jvalayati jvalyate jvalayate | savita prasavita dipto dipayan dipyamanah | jvalan jvalita tapan vitapan santapan rocano rocamanah sobhanah sobhamanah kalyanah | tasmaducyate jvalantamiti ||
Karena keagungan Diri-Nya (mahima) dan kecemerlangan-Nya yang tiada bersumber dari apapun lagi (svayam-jyothi), Dia membuat segenap alam, para deva, semua jiva, semua bhuta, bercahaya gilang-gemilang. Dia mencipta dunia dan membuatnya berlipat ganda. Dia bersinar-sinar dan membuat yang lain bersinar terang. Dia Mahagemilang dan membuat yang lain gilang-gemilang. Dialah Dipam, yang bersemayam di dalam Dipam, dan yang membuat Dipam dapat bercahaya terang. Dia memancarkan panas bara dan membuat seluruh alam semesta menderita. Dia memancarkan cahaya dan membuat cahaya dapat memancar. Dialah Mangala-svarupi, sebab dan asal-muasal segala hal yang mujur dan mulia. Dialah Kalyana-purusha, Pribadi yang dipenuhi sifat-sifat luhur tanpa ada bandingan-Nya. Inilah Dia yang disebut Jvalantam, Yang Mahaberkobar!

Mantra dari Sri Nrisimha Uttara Tapini Upanishad ini menekankan aspek dari Sri Bhagavan, Pribadi Tertinggi yang mahabercahaya dan yang tertampak bagi kita. Upanishad-upanishad memuat Aditya-upashana dan Jyothi-upashana, pemujaan kepada Tuhan sebagai inti yang bersemayam dalam bulatan matahari dan cahaya Dipa (Jyothi), sebagai sebuah metode rahasia yang disebut Madhu-vidyaa. Dengan demikian Tuhan adalah Jyothi itu sendiri. Skandopanishad menjelaskannya sebagai sa-eva jyotishamjyothi Cahaya dalam cahaya, Cahaya segala cahaya, senada juga dengan pernyataan Brhad-aranyakopanishad 4.4.16. Jadi dalam mantra ini aspek dari Tuhan Yang Mahacemerlang, yang memancarkan cahaya panas dan kehidupan dimuliakan melalui kata Jvalantam.

Dalam manifestasi alam semesta yang tampak ini, kita haruslah bermeditasi kepada Surya (matahari) dan menginsafinya sebagai Jvalantam Yang Mahasempurna. Chandogya Upanishad membahas panjang lebar mengenai pengetahuan rahasia Madhu-vidyaa tersebut. Oleh karena itu pula dalam Vaishnava-sampradayam kita melaksanakan Sandhyavandanam dan beberapa bahkan juga melakukan Dipa-puja, pemujaan kepada pelita suci. Ini bukan semata pemujaan api, tetapi Dia yang dilihat oleh para Rishi Upanishad sebagai Kalyanam, vyuha rasmin samuha tejah yatte rupam kalyanatamam tatte pasyami (Isopanishad 16).

Chadogya Upanishad 3.13.7 membahas lebih lanjut mengenai Jyothi ini sebagai yang bercahaya di antara kita dalam Rupa atha yadatah paro divo jyotih dipyate visvatah prshtheshu sarvatah prshtheshvanuttameshuttameshu lokeshvidam vava tadyadidamasminnantah purushe jyotih, di atas semua alam kehidupan, di balik segenap Loka, Svayam Jyothi ini bercahaya menguasai semua yang lain. Jvalantam ini berada di mana-mana seperti dinyatakan oleh Mahanarayanopanishad 1.2.2 dan juga oleh Svetasvatara Upanishad 4.2 tadeva agnih tadadityah tat vayuh tad u candramah tadeva sukram tad brahma tat apah tat prajapatih Diri-Nya Sendirilah Agni, Surya, Vayu, Candra, Sukra, Brahma, Apah, dan Prajapati. Dialah Govinda, karena Go juga berarti Jyothi atau nyala, maka Sri Govinda adalah benih sejati, inti yang bersemayam dalam nyala api. Dialah yang ada dalam Jyothi.