Minggu, 27 September 2009

Pemujaan Krishna?

TRADISI PEMUJAAN SRI KRISHNA (VERSI GOUDIYA) DALAM VEDA DAN TANTRA

Upasana adalah metode yang dilaksanakan oleh seorang aspiran rohani dalam proses mencapai Tuhan Pujaannya. Upasana dalam Agamasastram atau Tantrasastram terutama dianjurkan pada jaman Kali ini, karena jalan Tantra memungkinkan seseorang mencapai kesempurnaan dengan cepat, dalam satu tubuh dan satu kehidupan saja. Salah satu sastra suci Agamika (atau Tantrika) terpenting dalam Sri Goudiya Vaishnava adalah Pancamodhyaya Sri Brahma Samhita (PSBS). Bersama dengan Sri Krishna Karnamrutam dari Sri Lilasukha (Bilvamangala) sastra ini dibawa oleh Bhagavan Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu dari India Selatan. Sekalipun sastra suci ini boleh dikatakan eksklusif Goudiya, namun isinya menunjukkan keunikan dan peran yang sangat penting dalam tradisi Bhakti secara keseluruhan. PSBS memuat uraian mengenai kemuliaan Svayam Bhagavan Sri Govindadeva, pujaan utama dalam tradisi Sri Goudiya dan sekaligus salah satu Ista-deva yang paling banyak dianut oleh para pengikut Veda, terutama oleh mereka yang mengikuti jalan Bhakti. Kita semua mengetahui bahwa pemujaan Sri Krishna atau Bhagavan Govindadeva adalah termasuk yang “terfavorit” dalam masyarakat penganut Veda-dharma saat ini. Bagi mereka, dalam PSBS dapat ditemukan sekumpulan besar sastra-pramana dari berbagai Vaishnava-sastra, termasuk pula dari Empat Veda Utama, Smruti, Purana, dan Bhagavata. PSBS juga memberikan petunjuk upasana, yang khas dalam sastra-sastra Tantra, seperti metode meditasi mantra, visualisasi, pelukisan yantra-mandala, dan puja. Sedangkan secara khusus boleh dikatakan bahwa upasana yang diterapkan dalam silsilah Sri Goudiya tiada lain adalah upasana yang diuraikan oleh PSBS.

Saya pribadi melihat PSBS sebagai pintu utama untuk merunut sumber asli pemujaan Sri Krishna dalam Veda, khususnya Sruti-sastra. Sejarawan berpikir bahwa pemujaan kepada Sri Krishna dan upasana kepada Beliau sebagai Pribadi Tertinggi dengan Wujud (rupa), Nama, Sifat-sifat rohani (gunam), dan kegiatan sukacita rohani-Nya (lila), hanya dimulai pada awal c.e. (Masehi). Secara arkeologis, pemujaan Sri Krishna paling tidak telah memiliki pengikut yang besar dan well-established pada abad ke-2 b.c.e. Seorang duta besar dari raja Yunani Antialkhidas untuk raja Kashiputra Bhagabhadra di India, yang bernama Heliodorus adalah seorang pemuja Sri Krishna. Ini sekaligus menepis tuduhan orang yang mengatakan bahwa pemujaan Sri Krishna dalam masyarakat Hindu atau kemunculan tokoh Krishna merupakan adopsi dari ajaran Kristen ditambah pengaruh monotheisme Islam. Walau demikian, ini tidak menjelaskan hubungan pemujaan Sri Krishna dengan sumber Veda-sruti yang asli. Dengan demikian asumsi kita selama ini adalah Sri Krishna dan pemujaan kepada-Nya sebagai Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa (Svayam Bhagavan) adalah produk keagamaan post Sruti. Sri Krishna adalah Tuhan dari Smruti, Itihasa, dan Purana, bukan Tuhan dalam Sruti atau Upanishad. Paling jauh Sri Krishna adalah Tuhan post Mahabharata, karena di sanalah Krishna muncul sebagai tokoh penting, dan di sanalah terdapat Bhagavad-gita, sabda Sri Krishna yang memiliki kemungkinan sebagai “biang keladi” terciptanya kultus terhadap Sri Krishna yang mengagumkan itu. Jadi tidak mungkin ada pemujaan Sri Krishna sebelum lahirnya “Sri Krishna historis”. Kesimpulan demikian hanya bisa diterapkan apabila kita menganut kesejarahan dengan sistem waktu linear seperti agama-agama Abrahamik, agama berpusat sejarah. Sedangkan sistem waktu yang kita anut dalam Veda adalah siklik dan Veda-sruti berada dalam kekekalan yang melampaui sang waktu.

Tantra juga disebut Agama, “yang datang mengikuti”, mengikuti Nigama atau Sruti-sastra. Veda, terutama Sruti, disebut Nigama, “yang memancar”, karena diyakini sebagai pengetahuan kekal yang memancar langsung sebagai emenasi napas Brahman. Logikanya, apapun yang ada dalam Agama, pasti ada sumbernya dalam Nigama. Sebagai contoh, konsep emenasi Vyuha dalam Pancaratra Agama dapat dirunut sumbernya pada Purusha-sukta dalam Sruti. Lebih lanjut, Purusha-sukta adalah dasar dari semua cabang Vaishnava-agama berikutnya. Purusha-sukta ini terdapat dalam semua bagian Sruti yaitu pada Rg-vedam Mandala ke-10 sukta 90, Sukla Yajur Veda Vajasaneya Samhita 31.1.16, Krishna Yajur-vedam Taittiriya Aranyakam 3.12. 13, Saama-vedam 4.3, dan Atharvana-vedam 19.6.3. Inilah satu-satunya Sukta yang ada pada semua Sruti dan dimuliakan oleh semua denominasi pengikut Veda. Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa dijelaskan mulai mantra 1 sebagai Sahasrasirshapurusha atau Adipurusha. Inilah Tuhan dalam Sruti yang dipuja pertama kali oleh Hiranyagarbhan melalui Sarvahuta-yajna. Dalam tradisi Vaishnava, Tuhan Tertinggi ini lalu diungkapkan lebih lanjut dalam Narayana-sukta yang diawali juga oleh mantra yang sama (sahasrasirshapurushah vishvaksham vishvasambhuvam vishvamnarayanam devam…). Lalu di manakah Krishna?

Setelah menjelaskan mengenai Adipurusha sebagai Tuhan Tertinggi, keempat Sruti lalu menguraikan identitas-Nya sebagai sumber segala-galanya melalui mantra-mantra berikutnya dalam Purusha-sukta seperti purushah evedam sarvam…(Adipurusha adalah semuanya ini), …tatha vishvam vyakramat… (Adipurusha meresapi segalanya), …tasmadviradajayata… (melalui Adipurusha lahirlah Virat-Unsur Primordial), dst. “Peta” menuju Brahman atau Kebenaran Mutlak Tertinggi ini lalu berlanjut ke bagian selanjutnya dari Sruti yaitu Upanishad. Muktikopanishad memuat daftar 108 Upanishad yang diawali oleh Isavashya. Isavashya Upanishad dengan jelas menunjukkan kesinambungan ide mengenai Kebenaran Tertinggi Adipurusha ini dengan mantra pertamanya, …isavashyamidamsarvam… (Isham adalah semuanya ini) yang senada dengan Purusha-sukta. Dari sini dimulailah “petualangan” menembus Brahma-vidya atau ilmu pengetahuan mengenai Brahman, yang juga disebut parama-jnanam. Di sini kita akan memasuki belantara pengetahuan yang sangat dalam, yang hanya dapat dipahami melalui kemurahan hati dan belas kasih sang guru sejati (sad-acharyar), sang pelihat kebenaran (tattva-darshi), yang mengijinkan kita duduk dekat kakinya demi menemukan Parabrahman, Sang Adipurusha. Pembimbing lainnya adalah prinsip logika yang disebut sarva-sakha-pratyaya-nyaya, memandang keseluruhan pernyataan Veda sebagai kebenaran yang bebas dari segala noda dengan satu kesatuan pendapat yang bebas kontradiksi.

Sebelumnya kita menemukan bahwa Adipurusha Yang Maha Esa adalah sumber segalanya, kini kita bertemu dengan pernyataan seperti dalam Taittiriya Upanishad dan Chandogya Upanishad ini, “Aku Esa! Jadilah Aku banyak! (eko’ham bahu syam)”. Topik Upanishad adalah seputar ini. Tentang Ekam (Yang Esa) dan Aham (Sang Aku). Aham di sini merujuk kepada Adipurusha, yang dari Ekam (Satu) dengan keinginan-Nya saja lalu menjadi Bahu (banyak), menjadi segala-galanya (vishvam-sarvam). Aham inilah yang disebut pula sebagai Tat Sat, Parabrahman, dan OM. Siapakah Aham, Ekam, Tat Sat, Parabrahman, dan OM ini? Satu Upanishad diungkapkan oleh Durvasha Maharishi sebagai “pelihat” yaitu Sri Gopala Tapaniya Upanishad (SGTU).

Apakah keunikan Upanishad ini? SGTU diuraikan oleh Hiranyagarbhan, sebagai yang juga telah mengungkapkan Sang Adipurusha melalui Purusha Sukta dan menempatkannya dalam keempat Veda-sruti sebagai mahkota mereka. Dalam SGTU para deva yang sebelumnya tercipta melalui Sarvahuta-yajna yang dilakukan Hiranyagarbhan bertanya kepadanya, “Siapakah Adipurusha? Siapakah yang bahkan membuat kematian merasa gentar? Siapakah yang dengan mengetahui-Nya maka segalanya akan diketahui? Siapakah yang menjadi sumber pencipta dunia ini?”

Hiranyagarbhan lalu mengungkapkan hal ini kepada mereka semua. “Krishna adalah Adipurusha. Kematian takut pada Govinda. Dengan mengetahui Gopijanavallabha segalanya diketahui. Dengan mengucapkan kata Svaha, Sang Adipurusha menciptakan segenap alam ini.” Lalu para deva dan rishi bertanya lagi, “Siapakah Krishna? Siapa Govinda? Siapa Gopijanavallabha? Apakah Svaha?” Hiranyagarbhan melanjutkan, “Krishna adalah Dia yang membebaskan dari segala dosa. Govinda adalah Dia yang termashyur di seluruh alam semesta ini, dalam semua Veda, dan di antara para sapi Surabhi yang memenuhi segala keinginan. Gopijanavallabha adalah Dia yang menawan dan mempesona para gopika, dan Svaha adalah kekuatan dari Yang Mahatinggi. Semua nama ini merujuk kepada Adipurusha, Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa.” Purusha Sukta menjelaskan bagaimana Hiranyagarbhan melaksanakan Sarvahuta-yajna dengan dirinya sebagai korban persembahan. Selanjutnya segenap alam semesta beserta semua devata pengendalinya tercipta dari yajna ini. Untuk seterusnya, semua yajna Veda harus dilaksanakan dengan mengucapkan mantra-mantra Purusha Sukta. Lalu mantra apakah yang digunakan Hiranyagarbhan untuk mempersembahkan Sarvahuta-yajna di awal penciptaan? Inilah yang diungkapkan dalam SGTU, yaitu mantra yang mengandung nama Krishna, Govinda, Gopijanavallabha, dan Svaha. Dalam Tantra atau Agama ini adalah mantra untuk Sri Krishna Upasana yang disebut Sri Gopala Mantra. Mantra paling rahasia dan paling kuat dalam Vaishnava Tantra. Dengan ini tampaklah sumber Nigama atau Sruti-sastra dari pemujaan Krishna atau Sri Krishna Upasana.

Hiranyagarbhan dalam SGTU juga berkata, “Aku selalu memuliakan Sang Adipurusha dan memusatkan pikiran kepada-Nya dalam tapa selama berjuta-juta tahun dan pada akhirnya aku dapat menginsafi wujud rohani-Nya yang asli, apasya gopam anipadya nama, aku melihat Sosok Seorang Anak Gembala. Dengan cintakasih memenuhi hatiku, aku bersujud di hadapan-Nya. Dia memberiku mantra delapanbelas aksara (Sri Gopala Mantra) untuk digunakan dalam penciptaan, dan setelahnya Dia lalu menghilang.” Inilah Sruti mengenai Sri Gopala Mantra dan Sri Krishna Upasana. Lalu berbagai Tantrasastra juga menjelaskan Mantra-upasana-nya seperti dalam Narada Pancaratra, Sanat-kumara Samhita, Ahirbudhnya Samhita, dsb. Dalam garis silsilah pewarisan ajaran Sri Goudiya diberikan inisiasi (diksha) ke dalam Sri Gopala Mantra delapanbelas aksara ini berikut upadesha (instruksi-instruksi rahasia)-nya yang harus dimohonkan dari Sad-acharyar. PSBS secara khusus adalah petunjuk dan pedoman untuk melaksakan Upasana Mantra ini.

PSBS dimulai dengan kata ishvarah paramah krishnah. Kata Ishvaram atau Isham juga merujuk pada bagian Upanishad dari Sruti. Ini bisa berperan sebagai sejenis indeks. Makna yang tersirat adalah kini kita akan membicarakan Dia yang diuraikan oleh yang dimulai dari kata Isham yaitu semua Upanishad diawali oleh Isavashya. Paramam juga bisa menjadi indeks untuk berbagai Sukta yang memuliakan Adipurusha atau Paramapurusha dalam Veda. Krishna, selain merupakan Nama Tuhan secara langsung, juga menyatakan Mantra. Seluruh PSBS adalah pengejawantahan dari makna Purusha Sukta yang adalah puncak semua Sruti (Nigama) dan penjelasan mendalam mengenai Sri Gopala Mantra delapanbelas aksara yang adalah permata dalam Tantra (Agama).

Jadi Sri Krishna dan Upasana-Nya dijelaskan dalam Sruti-sastra, yaitu pada Sri Gopala Tapaniya Upanishad bagian dari Atharva-veda. Pada bagian Sruti yang lain, yaitu pada 108 Upanishad yang dinyatakan oleh Muktikopanishad juga terdapat Sri Krishna Upanishad dan Kalisantarana Upanishad (Krishna Yajur-veda) yang secara nyata mengungkapkan Sri Krishna. Beberapa pernyataan esoterik dalam Sruti seperti ...raso vai sah... dan ...shavalacchyamam prapadye shyamacchavalam prapadye... menurut para Purva-acharyar juga merujuk kepada Sri Krishna dan Upasana-Nya. Sedangkan dalam Tantra, khususnya Vaishnava Tantra atau Pancharatra-agama, sangat jelas dinyatakan bahwa Tuhan Tertinggi yang mengungkapkan Nigama dan Agama kepada Brahma adalah Sri Krishna. Silakan baca contohnya di http://dharmadvar.blogspot.com/2009/06/narada-pancaratra.html Dengan demikian dipahami bahwa Sri Krishna dan Upasana kepada-Nya berakar kuat baik dalam tradisi Vaidika maupun Tantrika. Sri Brahma Samhita merupakan kitab yang tergolong Agamatantra, dan mendasari praktik spiritual yang utamanya dilaksanakan oleh golongan Goudiya Vaishnava, serta segera menjadi "khas Goudiya". Walau demikian bentuk awalnya juga sudah terdapat pada tradisi Sruti.

1 komentar:

  1. makasi artikelnya Prb...ternyata pemujaan kepada Sri Krsna bisa dirunut kronologisnya dalam Veda

    BalasHapus